Selasa, 20 Maret 2012


PERLUNYA SALING MEMAHAMI ANTARA ORANG TUA DAN REMAJA

remaja dan orang tuaRemaja adalah individu yang berada pada masa/usia antara anak-anak dan dewasa. Batasan remaja dalam hal ini adalah usia 10 th – 19 th menurut WHO, sementara menurut UN usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukakan dalam batasan kaum muda yang mencakup usia 10-24 tahun.
Remaja pada usia tersebut akan mengalami situasi pubertas dimana ia akan mengalami perubahan yang mencolok secara fisik, baik yang bisa dilihat dari luar maupun yang tidak kelihatan, dan mengalami perubahan emosional (psikologis) yang tercermin dalam sikap tingkah laku, berfikir, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab yang dihadapi. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahap perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa.
Perkembangan kepribadian pada masa ini dipengaruhi tidak saja oleh orang tua dan lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan sekolah maupun teman-teman pergaulan di luar sekolah. Disamping itu pengaruhlain yang berasal dari pesatnya kemajuan teknologi informasi baik media cetak maupun media elektronik. Wawasan tentang hal-hal tersebut akan mempengaruhi individu dalam proses mencapai jati diri.
Remaja tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri dengan persoalannya di dalam mencari jati diri. Disinilah peran keluarga sangat dibutuhkan.
Remaja di dalam mencapai jati diri dihadapi dengan berbagai persoalan-persoalan yang membuat mereka bingung dan salah arah karena ketidak ada terjalinnya komunikasi yang baik antara remaja, keluarga dan lingkungannya.
Orang dewasa atau orang tua sering mengeluh bahwa mereka tidak mengerti kemauan para remaja. Sebaliknya remaja mengeluh bahwa orang di sekitar tidak mau dan tidak bisa mengerti dunia mereka. Semua ini terjadi karena masing-masing pihak memandang apa yang terjadi dengan sudut pandang masing-masing. Para remaja memandang dengan sudut pandang : dengan nilai dan keinginan sendiri. Sebaliknya kaum dewasa atau orang tua melakukan hal yang sama. Mereka memandang dari sudut pandang: dari pengalaman yang selama ini mereka miliki.
Masing-masing pihak harus sadar mengenai hal ini. Remaja perlu menyadari bahwa orang dewasa/orang tua sebenarnya ingin membantu mereka namun dengan cara pandang mereka. Sebaliknya orang dewasa/orang tua juga perlu menyadari bahwa cara pandang yang mereka miliki mungkin tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
Remaja perlu sekali-kali menghayal bagaimana sekiranya mereka adalah orang tua dan menghadapi persoalan yang sekarang sedang dihadapi. Demikian pula orang tua perlu menghayal menjadi remaja dan membayangkan apa yang akan dilakukan jika mengahadapi persoalan yang serupa. Kebiasaan untuk memahami perasaan orang lain akan mengurangi perasaan mau menang sendiri (egois) dari masing-masing pihak. Ini kemudian memudahkan masing-masing pihak memfokuskan pada persoalan yang dihadapi untuk bersama-sama mencari pemecahan masalah.
Saya jadi teringat sebuah film yang diproduksi oleh dunia barat. Sayang saya sudah lupa judulnya. Film ini mengisahkan seorang ibu dengan seorang putrinya yang menginjak remaja. Dimana diantara mereka selalu terjadi kesalah pahaman karena mereka memandang sebuah persoalan dari sudut pandang mereka masing-masing sehingga tidak ada yang mau mengalah, yang ada adalah percecokkan hampir setiap hari. Entah apa sebabnya disaat mereka bangun pagi hari tubuh roh-roh mereka tertukar roh ibu masuk ke tubuh si anak dan sebaliknya roh anak masuk ke tubuh si ibu. Sehingga si anak bersikap seperti orang tua dan si ibu bersikap seperti remaja. Ini berlangsung berbulan-bulan. Sampai akhirnya keadaan normal kembali. Sejak saat itu hubungan ibu dan anak remajanya harmonis dan bahagia. Kerena pada akhirnya mereka mengerti sudut pandang masing-masing, dan memahami perasaan oarng lain serta persoalan yang dihadapinya.
Mungkin film ini penuh hanyalan atau fiksi bangat tapi bagi saya adalah mengambil pelajaran dan hikmah yang disampaikannya.

0 comments :